Adalah
KH. Abdul Majid, setelah gugurnya Sultan Thaha Syaifuddin, merasa bahwa
keberadaannya didaerah Jambi mulai terancam oleh Belanda , atas saran beberapa
pihak beliau hijrah ke Mekkah. Dikota suci ini beliau mengajar murid-muridnya yang
berasal dari berbagai suku Bangsa. Dari negeri asalnya pun banyak murid-murid yang menuntut ilmu
darinya, kelak murid –murid beliau inilah yang mendirikan beberapa Madrasah dan
Pondok Pesantren dikawasan sebrang kota
Jambi. Diantaranya ialah KH.Ahmad Syakur bin Syukur yang mendirikan Madrasah
Sa’adatuddaren, sedangkan KH.Abdul Majid
sendiri sekembalinya dari Makkah mendirikan madrasah Nurul Imam dikelurahan Ulu Gedong sekarang ini.
sendiri sekembalinya dari Makkah mendirikan madrasah Nurul Imam dikelurahan Ulu Gedong sekarang ini.
Seperti yang diceritakan tadi, KH
Abdul Majid sukses menghasilkan toko –toko ke agamaan di Makkah, salah seorang
didikannya yaitu KH.Ahmad Syakur setelah cukup lama berada disana akhirnya kembali
kenegeri asalnya Indonesia tepatnya didaerah sebrang kota Jambi yang pada masa itu lebih terkenal dengan nama
Iskandaria Tahtul Yaman .Ikatan persaudaraan yang terjalin dari Makkah tidaklah
putus setelah mereka kembali kedaerah masing-masing bahkan tetap terjalin untuk
menjaga kelestarian ikatan tersebut, mereka membentuk semacam wadah
persaudaraan yang diberi nama “Samaratul Insan” yang bergerak
dibidang sosial keagamaan dan dakwah.
Wadah inilah yang merupakan cikal
bakal timbulnya ide untuk mendirikan lembaga pendidikan keagamaan didaerah
mereka masing – masing barang kali terbesit suatu pertanyaan kenapa mereka
tidak mendirikan satu lembaga pendidikan saja ? Sehingga seperti yang kita
dapati sekarang ini ada beberapa Pondok Pesantren didalam satu kawasan, barang
kali yang bisa dikemukakan disini ialah perbedaan jarak yang cukup jauh antara
satu kampung dengan kampung yang lainnya.
Maka pada tahun 1915 M.(tahun 1333
H) atas izin Allah SWT didirikanlah Lembaga Pendidikan Agama Islam diberi nama
“Sa’adatuddaren “oleh KH.Ahmad Syakur bin Syukur, Pemberian nama Sa’adatuddaren
ini memiliki nilai Filosofis sebab secara bahasa artinya ialah : kebahagiaan di
dua negeri, pemberian nama ini menimbulkan kesan bahwa lembaga pendidikan ini
tidaklah selalu berorientasi pada kehidupan dinegeri akhirat saja tetapi kehidupan dunia tetap mendapat porsi
perhatian yang cukup. Dikalangan penduduk kampung Iskandaria Tahtul Yaman Beliau
(KH.Ahmad Syakur ) lebih akrab dipanggil guru gemuk, karena sebutan Kiyai tidaklah begitu populer dikalangan masyarakat
Jambi pada masa itu .
KH.Ahmad Syakur merupakan anak
seorang saudagar yang sukses ibunya bernama Hamidah dan bapaknya bernama Syukur
Beliau pergi ketanah suci Mekkah dalam usia yang cukup belia umur belasan
tahun, sampai – sampai sempat dibelikan
rumah oleh orang tuanya yang disebut rumah kaleng, dan pada waktu terakhir
beliau sempat membawa istri beliau ketanah suci mekah, tetapi takdir
menghendaki lain istri beliau meninggal ditanah suci mekkah setelah melahirkan
anak pertama beliau.
KH.Ahmad Syakur mendirikan Pesantren
ini tidaklah mempunyai modal yang cukup beliau menjual beberapa ruko warisan
dari orang tua beliau yang ada dipasar kota jambi dan dibantu oleh kerabat
beliau dan masyarakat untuk biaya operasional pondok Sa’adatuddaren
pada masa itu beliau setiap tahun pergi
keluar negeri terutama negara tetangga dan negara Islam dan beliau meminta
bantuan dari teman – teman beliau yang berada dinegara tersebut. beliau juga
menganjur kan
kepada masyarakat agar dapat mendarmakan sebagian hasil usaha, terutama
hasil kebun karet agar dapat diwakafkan
dan disumbangkan untuk biaya operasional
pesantren ini.
Beliau sendiri hanya sempat memimpin
Pesantren ini lebih kurang 8 (
delapan ) tahun. Maka pada tahun 1923 M. Beliau wafat dalam usia yang terbilang
cukup muda yaitu 47 tahun. tongkat kepemimpinan dilanjutkan oleh muridnya yang
bernama KH.Abdul Rahman .
KH.Abdul Rahman memimpin pesantren ini lebih kurang 2(dua
) tahun. dan setelah sekembalinya menuntut ilmu dinegeri Makkah lebih kurang
enam tahun murid beliau yang bernama Abu
Bakar Syaifuddin tampuk kepemimpinan diserahkan kepadanya tahun 1925 M. Dimasa
itu pondok pesantren Sa’adatuddaren mengalami kemajuan yang sangat pesat jumlah
santri sampai melebihi kapasitas penampungan, sehingga pemondokan santri
tersebar diseluruh kampung Tahtul Yaman. Bahkan keharuman nama pesantren Sa’adatuddaren
terdengar sampai ke Manca Negara. seperti pencetakan surat – menyurat pengurus PP.Sa’adatuddaren
harus pergi ke Singapura hingga masa
pendudukan Jepang .
Semasa
pendudukan jepang tidak banyak yang dapat dilakukan dipondok ini, mengingat
keras dan biadabnya pendudukan jepang, guru-guru serta tokoh masyarakat ditangkap dan dipenjarakan
sehingga banyak yang takut untuk melakukan aktifitas bahkan santri yang ingin
belajarpun terhalang dengan kerasnya penindasan yang dilakukan oleh tentara
Jepang pada masa itu. Dan selama pendudukan Jepang ini aktifitas pondok ini
boleh dikatakan lumpuh, tercatat dalam sejarah memiliki santri yang sangat
sedikit hanya 3 orang santri dan satu orang
guru inipun masih harus kita bersyukur mengingat pesantren yang lain
lumpuh total bahkan tidak ada lagi guru yang ingin mengajar dan lari kehutan –
hutan. Untuk menghindari teror yang dilakukan oleh tentara Jepang. Dan KH.Abu Bakar
Syaifuddin sendiri lari ke daerah asalnya Ds.Teluk Rendah Ma.Tebo dan akhirnya
wafat dalam usia 63 tahun.
Setelah Jepang menyerah pada sekutu
tahun 1945 pesantren ini mulai diaktifkan kembali dan dipimpin oleh:
KH.AbddullahSyargawi tamatan Mesir dan merupakan anak dari pendiri pesantren
ini. kemudian dilanjutkan oleh KH.Muhammad Zuhdi (Guru Zuhdi ) Kemudian oleh
KH. Abdul Majid menantu dari KH.Ahmad Syukur Pendiri Pesantren ini lebih kurang
selama 3 ( tahun ) pada tahun 1954 sekembalinya KH.Zaini bin Abdul Qodir
kepemimpinan pondok ini diserahkan kepada beliau dan beliau memimpin pondok ini
lebih kurang selama satu tahun setengah
dan pada tahun 1956 sekembalinya KH.Ahmad Jaddawi dari Mekkah kepemimpinan pondok ini diserahkan
kepada KH.Ahmad Jaddawi.
KH.Ahmad
Jaddawi anak dari KH.Abu Bakar Syaifuddin. beliau ikut mengajar disalah
satu Universitas
yang cukup ternama dinegeri Makkah bahkan beliau diangkat menjadi Qhodi
( Hakim ) oleh pemerintahan kerajaan Arab Saudi dinegeri Makkah lebih
kurang selama 6 tahun. Akhirnya beliau dipanggil pulang oleh paman
beliau Abdul
Roni, adik dari pendiri pesantren ini. mengingat kemampuan KH.Ahmad
Jaddawi dan
beliau menguasai beberapa bahasa asing. KH.Ahmad Jadawi memimpin
pesantren ini
selama lebih kurang (dua Puluh lima )
tahun dari tahun 1956 s/d tahun 1989 M. Ini merupakan pimpinan yang
terlama
selama berdirinya pesantren ini. Dan beliau wafat pada tahun 1991 dalam
usia 71
tahun kemudian kepemimpinan pondok ini dipengang oleh KH.Zaini bin Abdul
Qodir
lebih kurang 6 ( enam ) bulan dikarenakan usia dan kesehatan, beliau
menyerahkan kepemimpinan pondok ini kepada guru Abdul Qodir Mahyuddin
guru
Abdul Qodir Mahyuddin merupakan kemenakan dari guru Ahmad Syukur beliau
memimpin pondok ini lebih kurang selama 13
tahun dan mengingat usia beliau yang sudah lanjut pada tahun 2003
kepemimpinan pesantren ini dilanjutkan oleh guru H. Helmi Abddul Majid
hingga
sekarang .
Pimpinan pondok pesantren sekarang
merupakan murid dari pimpinan yang terdahulu. Pondok Pesantren Sa’adatuddaren
terletak dipinggir sungai Batang Hari tepatnya dikelurahan Tahtul Yaman
Kecamatan Pelayangan Kota Jambi jaraknya dari pusat kota
lebih kurang 3 ( tiga ) kilometer dari pusat kota Jambi.
update dong
BalasHapus